Powered By Blogger

28 Jul 2010

Muslim Filipina Sambut Gembira Bantuan Hukum Bagi Tahanan Perempuan Muslim

E-mail Print PDF
Komisi Nasional Muslim Filipina (NCMF) dibentuk guna membantu 1.000 perempuan muslim di penjara Filipina

Hidayatullah.com—Kalangan muslim Filipina, meliputi tokoh agama, akademisi, mahasiswa dan pebisnis menyambut baik lahirnya Komisi Nasional Muslim Filipina (NCMF).

NCMF, hari Senin (26/7) meningkatkan respons atas kebutuhan konstituen dengan peluncuran program hukum untuk mengunjungi dan memberikan bantuan kepada sekitar 1.000 perempuan narapidana muslim yang tengah mendekam di penjara-penjara Metro Manila.

Erbie A. Fabian, salah seorang anggota kongres menyambut baik keputusan lahirnya MCMF.

"Kami senang atas antusiasme dan sambutan gembira yang ditunjukkan oleh saudara kita muslim selama interaksi kami dengan mereka dalam sidang umum. Yakinlah bahwa saran dan rekomendasi yang brilian mereka akan dipelajari dengan seksama oleh komite untuk pertimbangan lebih lanjut," tegas Fabian.

Sekretaris Eksekutif NCMF Bai Omera Dianalan menugaskan Biro Jabatan Urusan Hukum untuk melancarkan Bantuan Hukum bagi Program Tahanan Program (LDSP) yang dipimpin oleh seorang pengacara Edilwassif Baddiri, untuk Urusan Hukum, dan Raida B. Maglangit, untuk urusan perempuan.

Program melekat NCMF dengan kebijakan pemerintahan Presiden Benigno C. Aquino III untuk memperluas layanan dan memberikan keadilan kepada semua orang Filipina.

Gugus tugas NCMF pertama mengunjungi tahanan wanita muslim di Institut Perempuan Tahanan (IWD) di Camp Karingal, Quezon City, pada tanggal 2 Juli dan 19, dan kemudian di Manila City Jail pada Sta. Cruz, Manila, pada tanggal 23 Juli.

Baddiri memuji kerjasama Biro Pimpinan Penjara dan Penologi (BJMP), khususnya sipir penjara Supt. Esmeralda Azucena.

Azucena meyakinkan akan menghormati kebebasan beragama para tahanan wanita muslim dan membantu dalam memfasilitasi penyelesaian kasus mereka.

Lebih lanjut, Baddiris meyakinkan bantuan NCMF untuk para tahanan wanita tersebut. "Dengan mandat kami untuk bertindak sebagai agen utama pemerintah bagi muslim Filipina yang mana dapat meminta bantuan pemerintah dan ganti rugi, kami di sini untuk memberikan dukungan hukum, medis, dan moral yang diperlukan," ujar Baddiri di dalam sebuah program singkat diikuti dengan distribusi makanan dan obat-obatan.

Pada tanggal 23 Juli, tim NCMF-LDSP mengunjungi penjara wanita di Kota Manila di mana terdapat 81 tahanan wanita Muslim. [mbc/zbr/cha/hidayatullah.com]


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Kiai Sahal Kembali Terpilih Jadi Ketum MUI

E-mail Print PDF
Wakil Ketua Umum diisi oleh Din Syamsuddin yang selama ini juga menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah

Hidayatullah.com—KH Sahal Mahfudh kembali terpilih lagi menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk periode 2010-2015, sesuai hasil keputusan tim formatur yang terdiri atas 17 orang.

"Pemilihan jajaran kepengurusan Dewan Pimpinan MUI telah berlangsung sejak semalam dan hari ini sekitar pukul 07.00 pagi (WIB) berhasil merumuskan susunan kepengurusan yang baru," kata Sekretaris Formatur Ichwan Sam, saat mengumumkan kepengurusan Dewan Pimpinan MUI, di Jakarta, Rabu.

Posisi Wakil Ketua Umum diisi oleh Din Syamsuddin yang selama ini juga menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah. Susunan Dewan Pimpinan MUI periode 2010-2015 juga menetapkan 14 ketua yang membidangi 14 bidang.

Bidang yang dimaksud adalah bidang Fatwa, bidang Ukhuwah Islamiyah, Bidang Dakwah, Bidang Pendidikan dan Kaderisasi, Bidang Pengkajian dan Kaderisasi, Bidang Pengkajian dan penelitian, Bidang Hukum dan Perundang-Undangan.

Bidang Perekonomian dan Produk Halal, Bidang pemberdayaan Ekonomi, Bidang Pemberdayaan Perempuan, keluarga dan Perlindungan Anak, Bidang Remaja dan Seni Budaya, Bidang Remaja dan Seni Budaya, Bidang Kerukunan Umat Beragama,Bidang Hubungan dan kerjasama Internasional, Bidang Informasi dan Komunikasi, serta Bidang Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam.

Sementara jabatan Sekjen adalah Ichwan Sam, Bendahara Umum Yuniwati, dan ada sembilan dewan penasehat. [ant/hidayatullah.com]


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Ulama-ulama Nusantara yang Sudah Mendunia

E-mail Print PDF
Mereka umumnya menghabiskan hidupnya dengan mengajar di Mekah, sebagian lagi pulang ke Indonesia

Hidayatullah.com--
Sejarah mencatat beberapa ulama Indonesia pada masa lalu pernah berkiprah hingga namanya dikenal dunia. Mereka pada umumnya berguru ke Mekah dan Madinah. Sebagian menghabiskan hidupnya dengan mengajar di sana, sebagian lagi pulang ke Indonesia. Berikut di antara mereka:

Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari

Namanya tak hanya dikenal oleh masyarkaat Nusantara, tapi juga kaum muslimin di Filipina, Turki, Arab Saudi, Mesir, dan India. Lahir di Banjar tanggal 15 Safar 1122 (17 Mei 1710). Selama hampir 35 tahun berguru pada ulama-ulama terkenal di Mekah dan Madinah seperti Syeikh Ataillah bin Ahmad Al-Misriy, Syeikh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdiy, Syeikh Ahmad bin Abd Mun'im Syeikh, dan Muhammad bin Abd Karim Al-Qadiri.

Selepas berguru di Mekah dan Madinah, Al-Banjari kembali ke tanah air. Ia membuka pusat-pusat studi Islam untuk membantu masyarakat menimba ilmu pengetahuan.

Al-Banjari berhasil menulis berpuluh-puluh karya. Salah satu yang termasyhur adalah kitab Sabilal Muhtadin, yang kerap menjadi referensi para penulis buku fikih.

Pada 6 Syawal 1227 (3 Oktober 1812), Al-Banjari wafat. Untuk mengenang karya dan jasanya, masyarakat Banjarmasin mendirikan Masjid Raya Sabilal Muhtadin.

Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli Al-Minangkabawi

Ia seangkatan dengan Hasyim Asyhari, pendiri Nahdlatul Ulama. Lahir di Candan, Sumatera Barat, pada tahun 1871.

Sulaiman menuntut ilmu agama di Mekah dan antara lain berguru pada ulama Minang yang tinggal di Tanah Suci, Syeikh Ahmad Khatib Abdul Lathif Al-Minangkabawi. Sekembali ke tanah air, ia menyebarkan ajaran Islam dengan sistem lesehan (duduk bersila). Baru pada tahun 1928, Al-Minangkabawi menggunakan bangku.

Pada tahun 1928 juga, Al-Minangkabawi bersama Syeikh Abbas Ladang Lawas dan Syeikh Muhammad Jamil Jaho menggagas berdirinya organisasi yang sempat menjadi partai politik, yaitu Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).

Syeikh Sayyid Utsman Betawi

Nama lengkapnya Sayyid Utsman bin Abdullah bin Aqil bin Umar bin Yahya Al-Alawi, namun lebih dikenal dengan sebutan Habib Utsman Mufti Betawi. Lahir di Pekojan, Jakarta, 17 Rabiul Awwal 1238 (2 Desember 1822).

Habib Utsman adalah sahabat ulama besar Sayyid Yusuf An-Nabhani, mufti di Beirut. Selama di Mekah, Habib Utsman menimba ilmu pada Syeikh Ahmad Ad-Dimyathi, Sayyid Muhammad bin Husein Al-Habsyi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, dan Syeikh Rahmatullah.

Semasa hidupnya, Mufti Betawi berhasil menulis karya sebanyak 109 buah. Dalam memutuskan suatu perkara ia dikenal sangat tegas. Tak heran kalau ulama-ulama asli Jakarta yang ada sekarang sangat mengagumi sosok Mufti Betawi dan menjadikannya guru teladan.

Syeikh Muhammad Khalil Al-Maduri

Lahir pada 11 Jamadil Akhir 1235 (27 Januari 1820) di Bangkalan, Madura. Al-Maduri berasal dari keluarga ulama. Ia sempat berguru kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur.

Al-Maduri semasa mudanya berhasil menghafal Al-Qur'an (hafizh). Juga mampu menguasai qiraah tujuh (tujuh cara membaca Al-Qur'an).

Tahun 1859 Al-Maduri menuju ke Mekah. Ia bersahabat dengan Syeikh Nawawi Al-Bantani. Sekembalinya ke tanah air, Al-Maduri mendirikan pondok pesantren di daerah Cengkebuan, 1 kilometer dari tanah kelahirannya.

Pada masa penjajahan Belanda, ia sudah sepuh dan tak lagi mampu terlibat langsung dalam kontak fisik. Namun ia sangat aktif menumbuhkan sikap perlawanan kepada para pemuda di pondok pesantrennya. Akibatnya, Al-Maduri ditahan Belanda karena dituduh melindungi para pemberontak.

Muhammad Khalil Al-Maduri wafat pada usia 106 tahun (29 Ramadan 1341 atau 14 Mei 1923). Semasa hidup telah membina kader-kader ulama untuk generasi setelahnya, seperti KH Hasyim Asy’ari (pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang) dan KH Bisri Mustofa (pendiri Pondok Pesantren Rembang).

Syeikh Nawawi Al-Bantani


Al-Bantani kerap disebut sebagai “Imam Nawawi Kedua”. Gelar ini diberikan oleh Syeikh Wan Ahmad bin Muhammad Zain Al-Fathani.

Lahir pada penghujung abad ke-18 di Banten. Ia memiliki nama lengkap Muhammad Nawawi bin Umar ibnu Arabi bin Ali Al-Jawi Al-Bantani.

Selama di Mekah, Nawawi Al-Bantani belajar pada beberapa ulama terkenal seperti Syeikh Ahmad An-Nahrawi, Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah Al-Maliki, Syeikh Ahmad Ad-Dumyati, Syeikh Muhammad Khathib Duma Al-Hanbali, Syeikh Zainuddin Aceh, dan Syeikh Ahmad Khathib Sambas.

Setiap kali mengajar di Masjidil Haram, ia selalu dikelilingi sekitar 200-an orang. Pernah diundang ke Universitas Al-Azhar, Mesir, untuk memberi ceramah atau fatwa-fatwa pada beberapa perkara khusus.

Syeikh Muhammad Mukhtar Al-Bughri

Lahir di Bogor, Jawa Barat, pada 14 Sya'ban 1278 (14 Februari 1862). Nama lengkapnya Muhammad Mukhtar bin Atharid Al-Bughri Al-Batawi Al-Jawi. Pendidikan agamanya didapat langsung dari orang tuanya. Semasa muda, ia telah mampu menghafal Al-Qur'an.

Tahun 1299 hijrah ke Betawi (Jakarta) untuk menimba ilmu kepada Sayyid Utsman. Tidak puas juga, ia kemudian menuju ke Mekah.

Selama di Mekah, Mukhtar Al-Bughri belajar kepada ulama termasyhur, Syeikh Ahmad Al-Fathani. Ia juga diberi kesempatan untuk mengajar di Masjidil-Haram selama 28 tahun.

Setiap kesempatan mengajar, ia selalu dikelilingi sekitar 400-an muridnya. Semasa hidupnya telah menulis berpuluh-puluh karya. Mukhtar Al-Bughri wafat di Mekah pada 17 Shafar 1349 (13 Juli 1930).

Syeikh Abdul Hamid Asahan

Nama lengkapnya Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud. Lahir di Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara, tahun 1298 H (1880).

Sejak kecil ia belajar kepada saudara iparnya yang bernama Haji Zainuddin. Setelah itu belajar kepada ulama termasyhur di Asahan bernama Syeikh Muhammad Isa, mufti Kerajaan Asahan.

Syeikh Muhammad Isa menganjurkan Abdul Hamid untuk menimba ilmu ke Mekah. Pasalnya, Abdul Hamid memiliki talenta untuk menjadi ulama.

Sampai di Mekah, Abdul Hamid Asahan langsung diterima belajar di halaqah Syeikh Ahmad Al-Fathani. Sayang, dua tahun kemudian Syeikh Ahmad Al-Fathani meninggal dunia (1325 H/1908). Walau berinteraksi hanya sekitar dua tahun, rasa kasih sayang Syeikh Ahmad Al-Fathani begitu kuat.

Abdul Hamid Asahan kemudian berguru pada Syeikh Ahmad Khathib bin Abdul Lathif Minangkabawi. Proses belajar ini sempat terganggu karena meletusnya Perang Dunia I (1914 - 1918). Ia terpaksa pulang ke Tanjung Balai Asahan.

Abdul Hamid kemudian mendirikan Madrasah 'Ulumil 'Arabiyah. Seiring berjalannya waktu, madrasah ini berkembang pesat dan menjadi termasyhur di Sumatera Utara.

Abdul Hamid Asahan melengkapi hidupnya dengan menulis berpuluh-puluh buku. Ia wafat pada 10 Rabiul Akhir 1370 (18 Februari 1951). [syahid/hid/hidayatullah.com]


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Cinta Ibu pada Bayi Hasilkan Masa Dewasa Ulet


E-mail Print PDF
Kehangatan dan kasih sayang ibu, berdampak sifat anak 30 tahun kemudian

Hidayatullah.com--Semua bayi yang memperoleh limpahan kasih sayang memiliki kemungkinan lebih kecil untuk menjadi orang dewasa yang cemas dan tertekan. Demikian hasil satu studi yang tak biasa dan disiarkan Selasa.

Pada saat yang sama, bayi mungil yang tak mendapat sentuhan lembut ibu kelihatannya tak bisa lolos dari kondisi yang lebih buruk saat mereka berusia pertengahan tiga-puluhan dibandingkan dengan mereka yang menerima sentuhan rata-rata, kata studi itu.

Para ahli ilmu jiwa telah lama menduga bahwa ikatan cinta yang erat membuat anak kecil jadi lebih ulet terhadap cobaan dan penderitaan hidup saat dewasa.

Namun penelitian sebelumnya yang didasari atas memori, baik dan buruk, telah menjadi objek kenangan bias, dan tak dapat menjangkau kembali pengaruh saling mempengaruhi yang sangat awal antara ibu dan anak.

Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai apakah kehangatan ibu memberi suntikan yang akan menangkal kegelisahan saat dewasa, para peneliti yang dipimpin oleh Joanna Maselko mengikuti perkembangan studi yang dilakukan awal 1960-an di negara bagian Rhode Island, Amerika Serikat (AS).

Interaksi antara lebih dari 1.000 pasangan bayi yang berusia delapan bulan dan ibu mereka diamati oleh para ahli ilmu jiwa profesional, dan dinilai dengan menggunakan skala mulai dari "negatif" sampai "belaian" dan "sangat berlimpah".

Selama 34 tahun kemudian, pada penghujung 1990-an, peneliti asli melacak lebih dari separuh bayi tersebut dan melakukan wawancara mendalam serta menepatkan profil psikologi.

Beberapa tindakan meliputi kecemasan, permusuhan dan kemarahan, yang mengakibatkan "kesedihan" umum.

Maselko dan rekannya menyusuri data itu untuk menilai dampak jangka panjang dari kelembutan dalam ikatan ibu dan anak, demikian laporan kantor berita Prancis, AFP.

"Kami mendapati bahwa tingkat tinggi kecintaan yang diamati secara objektif antara ibu dan bayi mereka yang berusia delapan bulan berkaitan dengan lebih sedikitnya gejala kesedihan 30 tahun kemudian," kata para peneliti tersebut di Journal of Epidemiology and Community Health.

Hubungan antar-generasi yang tertunda antara perawatan dan ketenangan jiwa terbukti benar di berbagai kelas sosial yang berbeda --kaya atau miskin, semua itu kelihatannya tak berbeda.

Bahkan, konflik di dalam keluarga tak mampu mematahkan dampak penyangga yang bersifat melindungi dari kehangatan seorang ibu.

Namun, di titik yang berlawanan, mendapat reaksi dingin saat anak masih kecil, tampaknya tidak membuat kondisi jadi lebih buruk.

"Yang mengejutkan, kami tak menemukan hubungan mencolok antara tingkat rendah kasih sayang ibu dan bertambah besarnya tingkat stres," kata para penulis studi itu. [ant/afp/hidayatullah.com]


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Sirikit: “Apa Anda Mau Makan Bangkai Tiap Hari?”


E-mail Print PDF
Siapa yang terhibur dengan kabar ada artis yang punya istri simpanan lagi?

Hidayatullah.com--Program infotainment kembali menjadi sorotan. Banyak pihak menilai infotainment tidak mendidik, asosial, dan meresahkan. Apalagi belakangan kian menderasnya pemberitaan tentang 3 artis populis yang diduga melakukan aksi abnormal, yakni melakukan hubungan intim selayaknya suami istri.

Parahnya, ada oknum yang mengaku sebagai ahli berpendapat bahwa pelaku video mesum adalah korban. Bagaimana dengan anak-anak remaja atau yang di bawah umur menjadi korban? Tidak sedikit dari mereka yang menyimpan copy-an video tersebut di handphone mereka.

Melihat dahsyatnya bahaya infotainment yang menyajikan ghibah dan asosial, pada Selasa (27/07) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram menonton infotainment.

Hasil keputusan yang dikeluarkan Komisi C, Komisi yang membidani fatwa ini mengatakan, menonton tayangan ghibah alias gosip hukumnya haram.

“Menonton, membaca, dan atau mendengarkan berita yang berisi tentang aib, kejelekan orang lain, gosip dan hal-hal lain sejenis terkait hukumnya haram," ujar Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Asrorun Ni'am di arena Musyawarah Nasional VIII Majelis Ulama Indonesia, di Jakarta, Selasa (27/7).

Bagaimana sesungguhnya melihat infotaiment dari sudut pandang jurnalisme? Seperti apa bahaya pemberitaan infotainment yang memberikan pencitraan? Apa harapan-harapan yang bisa dicapai dari pemberitaan infotainment? Hidayatullah.com melakukan wawancara dengan pengamat media Dra. Sirikit Syah, MA, untuk membahas persoalan ini. Untuk kepentingan informasi dan penyampaian fakta, petikan wawancara ini kami muat dengan beberapa penyaduran. Berikut petikannya:

Menurut amatan Anda, masalah apa yang ditimbulkan pemberitaan infotainment, baik dari sisi kode etik pers maupun nilai sosial?

Dari sisi kode etik pers, persoalannya apakah infotainment termasuk produk pers. Ini masih menjadi perdebatan. Kalau dianggap iya, seharusnya etika jurnalistik diajarkan dan ditegakkan. Kalau bukan, cuma sekadar hiburan, bukan pemberitaan, isi program mesti lebih menghibur. Tidak menambah stres dengan berbagai aib perselingkuhan, konflik ibu-anak, suami-istri, perceraian, dan lainnya. Ini kan tidak menghibur?

Dari sudut pandang sosial, ini dapat mempengaruhi gaya hidup dan cara pandang masyarakat. Misalnya, kawin cerai itu biasa, hamil tanpa nikah itu tren yang keren. Artis A yang mempertahankan kehamilan tanpa suami adalah idola baru karena ‘tegar’, punya suami tapi hamil dengan laki-laki lain seperti banyak dilakoni artis sekarang ini. Itu malah disebut “hak asasi” dan “privasi”.

Apakah masalah itu murni timbul dari dari infotainment sendiri atau dari tokoh publik yang telah mendesainnya?

Bisa dari kehausan pekerja infotainment untuk mengisi program kejar tayangnya, bisa juga didesain oleh para agen atau manager artis yang ingin artis-artisnya terus populer agar banyak tawaran main.

Apakah masalah itu memang “cacat bawaan” dari infotainment?

Tidak ada cacat bawaan infotainment. Yang ada kesalahan memahami konsep infotainment. Di luar negeri ada yang disebut “entertainment news”, yaitu berita-berita dari dunia hiburan. Isinya tentang proses kreatif para seniman. Misalnya, bagaimana memproduksi (film) Avatar, berapa biaya produksi (film) Lord of the Ring, peluncuran album atau single baru, tentang perolehan box office, dan seterusnya. Betul-betul tentang dunia hiburan dan tidak bikin stres.

Apakah masyarakat menjadi terhibur dengan infotainment di negara kita?

Terhibur? Tidak. Siapa terhibur dengan berita artis A dan artis B mau cerai sampai tiga kali? Siapa terhibur dengan kabar ada artis yang punya istri simpanan lagi?

Dapatkah infotainment terlepas dari ghibah, gosip, atau rumor?

Sulit. Saya kira rumor dan gosip juga sumber berita. Memang harus diverifikasi (cover multy sides). Tetapi ghibah jelas bukan termasuk informasi yang patut diverifikasi atau disebarluaskan. Menyebarkan aib itu seperti makan bangkai saudaramu sendiri, bukan? Kalau Anda pekerja infotainment, apakah Anda mau tiap hari makan bangkai saudaramu sendiri?

Apa sebetulnya target idiil pemberitaan infotainment?

Targetnya tentu seharusnya memperkaya pemirsa dengan informasi dari dunia hiburan, terutama proses produksi dan pencapaian-pencapaian (prestasi). Yang kedua, informasi yang sifatnya menghibur: kabar positif, menyenangkan.

Apakah hal itu bisa diperbaiki?

Saya berharap dengan ditampungnya infotainment di PWI Seksi Hiburan, kinerja para awak liputannya bisa diperbaiki. Masih ada harapan. Mesti banyak dilakukan pelatihan dan penambahan wawasan tentang pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3-SPS), dan kode etik jurnalistik, kalau mau disebut jurnalis; atau kode etik programming, kalau dianggap program hiburan. Hiburan pun ada etikanya.

Dalam keadaan seperti apa privasi publik figur penting untuk dibongkar kepada orang lain atau umum?

Hanya bila sang artis mengizinkan dan hanya bila dirasa perlu diketahui publik. Misalnya, artis nyalon bupati atau DPR, tapi dia sebetulnya tukang selingkuh dan bandar narkoba. Silakan diungkap. [Ainuddin Chalik/Hidayatullah.com]


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Fatwa Operasi Ganti Kelamin Ikut Menutup Kerusakan


E-mail Print PDF
Mengganti bagian anggota tubuh tanpa alasan yang disepakati ulama dan orang ahli, sebuah larangan besar

Hidayatullah.com—Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang keharaman bagi siapa saja yang secara sengaja dan tidak memiliki alasan ilmiah mengubah jenis kelamin mendapat sambutan. Pakar fikih Dr. Ahmad Zain An Najah, MA menilai, fatwa yang dikeluarkan MUI tersebut telah ikut menutup adanya bentuk kerusakan (mafsadah).

“Setidaknya, fatwa itu telah ikut menutup adanya bentuk-bentuk kerusakan yang akan terjadi di masyarakat, “ ujarnya kepada Hidayatullah.com, Rabu (28/7) siang.

Menurut Zain, selama ini banyak terjadi di masyarakat beberapa kalangan yang secara seenaknya mengganti kelamin tanpa adanya alasan yang jelas.

Ia mencontohkan sejumlah artis dan beberapa orang yang “mengganti” bagian tubuhnya hanya karena alasan nafsu.

“Ya disebut karena nafsu, karena ‘mengganti’ hanya untuk kepingin lebih cantik, ingin terkenal, atau ingin lebih nyaman saja,“ ujarnya.

Menurut doktor fikih lulusan Al-Azhar ini, seseorang dapat melakukan operasi kelamin jika ada alasan medis atau karena ada penyakit yang membahayakan. It pun, dibolehkan atas atas rekomendasi dari para dokter muslim yang jujur.

“Jadi tak sekedar dokter biasa, harus dokter muslim yang jujur,“ tambahnya.

Sebab, menurutnya, secara umum, dalam hukum Islam, ‘mengganti’, memotong bagian tubuh itu hukumnya haram.

Meski demikian, ia menganggap fatwa MUI itu tidak boleh dipukul rata. Sebab ada orang yang sejak lahir memiliki hormone kewanitaan dan susah diubah, ada pula pria yang berperilaku kewanita-wanitaan akibat salah asuh.

Menurut Islam, bagi yang salah asuh, ia harus dikembalikan dan harus berusaha kembali dalam keadaan asli, alias pria. Sedangkan bagi yang bawaan, para ulama masih berbeda pendapat dalam penghukuman.

Sebagaimana diketahui, Selasa (28/7) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram bagi siapa saja yang secara sengaja dan tidak memiliki alasan ilmiah mengubah jenis kelamin. MUI bahkan meminta Pemerintah dan DPR RI membuat aturan hukum terkait dengan praktik operasi ganti kelamin dan penyempurnaan kelamin.

"Mengubah jenis kelamin yang dilakukan dengan sengaja misalnya dengan operasi ganti kelamin, hukumnya haram," kata Sekretaris Komisi C yang membahas tentang fatwa Asrorun Ni`am Sholeh di Jakarta, Selasa (27/7)

Berdasarkan hasil Musyawarah Nasional (Munas) VIII MUI juga diputuskan tidak boleh menetapkan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi perubahan alat kelamin, sehingga tidak memiliki implikasi hukum syar`i terkait perubahan tersebut. [cha/hidayatullah.com]


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Pemikiran Ekonomi Sang Hujatul Islam, Al-Ghazali


Menurut Al-Ghazali terlibat dalam aktivitas ekonomi hukumnya fardu kifayah dan harus didasarkan mendapatkan kebahagiaan di akhirat

Oleh: Ali Rama*

JOSEPH A. Schumpeter dalam karya klasiknya, History of Economic Analysis (1954) memperkenalkan sebuah tesis “Great Gap” yang menyatakan bahwa terdapat masa kekosongan (blank centuries) antara zaman kejayaan Yunani (Greeks) sampai zaman munculnya ilmuwan-ilmuwan Latin (Latin Scholastics), khususnya St Thomas Aquinus (1225-1274 M) di Eropa. Selama masa kekosongan ini, Schumpeter berpendapat bahwa tidak ada tulisan satu pun yang relevan tentang ekonomi.

Tesis Schumpeter ini berusaha menafikan kontribusi peradaban Islam terhadap evolusi perkembangan ilmu pengetahun (intellectual evolution) sampai zaman modern ini. Di saat Islam mencapai puncak kejayaannya di Cordova, kehidupan orang Eropa masih berada pada titik peradaban yang terendah. Kehidupan bangsa Eropa mulai berubah ketika mereka mulai bersentuhan dengan peradaban Islam di Andalusia (Spanyol).

Pada hakekatnya, peradaban Islamlah yang menjembatani kontinuitas peradaban Yunani sampai ke Eropa dan Barat. Namun masa kejayaan Islam ini berusaha ditutup-tutupi oleh sebagian ilmuwan Klasik Barat dengan memunculkan istilah “Great Gap” atau “Blank Centuries”.

Masa kejayaan Islam yang berlangsung lebih dari 6 abad lamanya telah melahirkan ilmuwan-ilmuwan klasik Islam beserta karya-karya monumentalnya yang sampai saat ini masih menjadi rujukan kaum intelektual di kalangan Islam maupun Barat dalam berbagai disiplin ilmu zaman modern ini.

Al-Ghazali adalah salah satu ilmuwan muslim yang sering dikutip pemikirannya dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk dalam pemikiran ekonomi.

Beberapa penelitian membuktikan adanya kesamaan pemikiran ekonomi Al-Ghazali (1058-1111 M) dalam Ihya ‘Ulum al-Din dengan pemikiran St Thomas Aquinus (1225-1274) dalam Summa Theologica-nya.

Margaret Smith (1944) mengatakan, “there can be no doubt that Al-Ghazali’s works would be among the first to attract the attenton of these European scholars”, kemudian dia mengatakan lagi bahwa salah satu tokoh Kristen yang sangat dipengaruhi oleh pemikiran Al-Ghazali adalah St Thomas Aquinus. Dia belajar di University of Naples di mana pengaruh literatur dan budaya Arab sangat dominan pada saat itu. Bahkan lebih lanjut dia mengatakan, Albertus Magnus and Raymond Martin yang menjadi guru sekaligus mentor Thomas Aquinus, sangat familiar dengan pemikiran Al-Ghazali dan ilmuwan Arab muslim lainnya.

Tulisan ini dimaksudkan untuk menelusuri pemikiran ekonomi Al-Ghazali sebagai upaya untuk membantah tesis Great Gap-nya Schumpeter bahwa Blank Centuries yang berlangsung selama 6 abad itu tidak pernah terjadi dan berusaha membuktikan bahwa pada masa itu justru terjadi puncak peradaban Islam, khususnya perkembangan berbagai ilmu pengetahuan.

Berbagai Ilmu

Al-Ghazali yang nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Tusi Al-Ghazali lahir di Tus Khurasan, Iran pada tahun 450 H (1058 M). Beliau diperkirakan telah menghasilkan 300 buah karya tulis yang meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti logika, filsafat, moral, tafsir, fiqh, ilmu al-Quran, tasawuf, politik, administrasi, dan ekonomi.

Namun yang tersisa hingga kini hanya 84 buah, di antaranya adalah Ihya ‘Ulum al-Din, Tahfut al-Falasifaha, al-Tibr al-Masbuk fi Nasihat al-Muluk, al-Mustashfa, Mizan al-‘Amal.

Pemikiran ekonomi Al-Ghazali setidaknya mencakup konsep dasar tentang perilaku individu sebagai economic agent, konsep tentang harta, konsep kesejahteraan sosial (maslahah), market evolution, demand dan supply, harga dan keuntungan, nilai dan etika pasar, aktivitas produksi dan hirarkinya, sistem barter dan fungsi uang, dan fungsi negara dalam sebuah perekonomian.

Menurut Al-Ghazali, terlibat dalam aktivitas ekonomi hukumnya fardu kifayah. Aktivitas ekonomi harus didasarkan pada tujuan untuk mendapatkan kebahagiaan di akhirat.

Lebih lanjut lagi ia menjelaskan alasan kenapa manusia harus terlibat dalam urusan ekonomi, yaitu:

Pertama, Allah telah menciptakan sumber daya alam yang melimpah untuk dimanfaatkan oleh manusia untuk kelangsungan hidupnya, sekaligus sebagai bukti kesyukuran kepada Sang Maha Pemberi Rezeki.

Kedua,
orang yang kuat secara ekonomi maka hidupnya akan bebas, jauh dari ketergantungan pada orang lain dan dapat menjalankan ajaran agama secara sempurna, misalnya zakat, infak, sedekah dan ibadah haji.

Ketiga, perilaku dalam mengejar pemenuhan ekonomi tak boleh menyimpang dari ajaran dan prinsip agama Islam.

Al-Ghazali menekankan pentingnya bagi para pelaku ekonomi untuk memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan aturan-aturan Islam dalam transaksi ekonomi. Mereka harus mengetahui jenis-jenis transaksi yang dilarang dan dibolehkan. Mereka harus mengetahui tentang bai’ (jual-beli), riba, salam, ijarah, musharakah dan mudharabah. Setiap transaksi-transaksi ekonomi tersebut memiliki rukun dan ketentuan yang wajid diketahui oleh para pelaku ekonomi demi menghindari kemudharatan dan kerugian yang bisa muncul kemudian hari.

Pemikiran sosio ekonomi Al-Ghazali berakar dari sebuah konsep yang dia sebut sebagai “fungsi kesejahteraan sosial Islam”. Dari konsep ini kemudian lahirlah istilah masalih (utilitas, manfaat) dan mafasid (disutilitas, kerusakan) dalam meningktakan kesejahteraan sosial. Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan suatu masyarakat hanya akan terwujud jika memelihara lima tujuan dasar, yaitu agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan. Melalui kelima tujuan dasar ini, dia kemudian membagi tiga tingkatan utilitas individu dan sosial, yakni daruriat (kebutuhan), hajiat (kesenangan), dan tahsinat (kemewahan).

Jadi konsep tentang kemaslahatan dan kemudaratan sudah lama dikemukakan oleh Al-Ghazali sebelum konsep ini berkembang dalam ekonomi modern dengan istilah “kesejahteraan sosial”. Ia mengatakan bahwa setiap tindakan individu yang merugikan orang lain maka termasuk perbuatan zholim. Contoh perbuatan yang membahayakan kepentingan umum dan masuk dalam kategori perbuatan zholim menurut Al-Ghazali adalah menimbun barang dan memalsukan uang. Hal ini dianggap sebagai perbuatan zholim karena berdampak pada ketidakseimbangan pasar yang pada akhirnya merugikan kepentingan masyarakat umum.

Al-Ghazali juga mengemukakan secara detail tentang proses terbentuknya “pasar” secara alamiah. Pasar terbentuk karena adanya dorongan untuk saling memenuhi kebutuhan. Al-Ghazali menggunakan istilah pandai besi (blacksmiths), tukang kayu (carpenters), dan petani (farmers) untuk saling bertukar kepemilikan demi memenuhi kebutuhan masing-masing. Secara alamiah akan terbentuk suatu tempat yang disebut “pasar” untuk saling bertukar jika kebutuhan masing-masing berbeda. Al-Ghazali kemudian berpendapat bahwa dengan alasan perdagangan (tukar-menukar) maka akan terjadi perpindahan barang dagangan dari satu tempat ke tempat lain. Adapun motif utama di balik aktivitas ini adalah untuk mengumpulkan modal dan keuntungan. Adam Smith (1723-1790) yang hidup 700 tahun setelah Al-Ghazali mengungkapkan istilah yang hampir mirip dengan pandangan Al-Ghazali ketika menjelaskan proses terbentuknya pasar (tukar-menukar), namun menggunakan istilah yang berbeda yaitu tukang daging (butcher), pembuat bir (brewer), dan tukang roti (baker).

“It is not from the benevolence of the butcher, the brewer, or the baker that we expect our dinner, but from their regard to their own interest. We address ourselves, not to their humanity but to their self-love.” (Adam Smith, The Wealth of Nation).”

Meskipun Al-Ghazali tidak banyak berteori tentang hukum pasar supply-demand seperti dalam teks buku-buku ekonomi saat ini, namun banyak pikirannnya bisa ditemukan dalam bukunya, khususnya Ihya ‘Ulum al Din yang menunjukkan kedalaman pemahamannya tentang hukum pasar supply-demand. Misalnya beliau mengatakan, “Ketika seorang petani tidak menemukan seorang pembeli atas hasil pertaniannya maka ia akan menjualnya dengan harga yang lebih rendah.” (Ghazanfar, 2005)

Al-Ghazali juga nampaknya begitu mengerti tentang ‘price-inelastic’ demand. Hal ini terlihat pada anjurannya untuk tidak mengambil keuntungan yang tinggi dalam perdagangan barang-barang kebutuhan dasar manusia seperti makanan.

Uang diciptakan untuk memfasilitasi pertukaran dalam transaksi ekonomi. Al-Ghazali sangat memahami fungsi uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange). Tukar-menukar barang dan jasa tidak akan efektif jika hanya mengandalkan sistem barter. Di sinilah manfaat ciptaan Allah bernama Dinar dan Dirham yang memiliki nilai intrinsic dan dapat digunakan sebagai alat pertukaran. Al-Ghazali mengatakan “kepemilikan uang (dinar dan dirham) tidak bermanfaat kecuali jika digunakan sebagai alat pertukaran barang dan jasa.” (Ghazanfar, 2005)

Uang tidak hanya berfungsi sebagai alat pertukaran tapi juga sebagai pengukur nilai (measure of value). Al-Ghazali mengingatkan supaya tidak menggunakan uang dalam praktik riba seperti dalam perkataannya:

“jika seseorang memperdagangkan dinar dan dirham untuk mendapatkan dinar dan dirham lagi, ia menjadikan dinar dan dirham sebagai tujuannya. Hal ini berlawanan dengan fungsi dinar dan dirham. Uang tidak diciptakan untuk menghasilkan uang. Melakukan hal ini merupakan pelanggaran. Dinar dan dirham adalah alat untuk mendapatkan barang-barang lainnya. Mereka tidak dimaksudkan bagi mereka sendiri.” (Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din)

Al-Ghazali juga memikirkan tentang fungsi Negara dan penguasa dalam pengaturan aktivitas ekonomi. Kemajuan ekonomi akan tercapai jika terjadi keadilan, kedamaian, kesejahteraan, dan stabilitas. Dan ini merupakan ruang lingkup tanggung jawab negara untuk mewujudkannya. Selain itu, Al-Ghazali juga berbicara tentang konsep keuangan publik. Pendapatan negara didapatkan dari zakat, fai, ghanimah dan jizyah. Sementara untuk pengeluaran publik, Al-Ghazali menganjurkan perlunya membangun infrastruktur sosio ekonomi yang manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat.

*)Penulis adalah Master Student in Economics, IIUM.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger