Powered By Blogger

7 Jan 2011

Komnas PA: Regulasi Tembakau Tidak Jelas

Iklan di televisi misalnya, kata Aris, wujud rokok memang tidak muncul secara ekspilisit, namun tetap saja menyebut nama dari perusahaan rokok

Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak RI, Aris Merdeka Sirait, mengaku pihaknya sangat menyayangkan sikap Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai representasi pemerintah yang terkesan tidak mau melindungi masyarakat dengan menerapkan regulasi yang ketat terhadap tembakau.

"Ini sama saja Indonesia melakukan pembiaran bertambahnya baby smoker," kata Aris Merdeka Sirait ditemui Hidayatullah.com di kantornya Jl TB Simatupang Jakarta Timur, Kamis (06/01).

Dari sisi periklanan saja, kata Aris, rokok sangat kencang melakukan pengaruh dengan menyematkan jargon anak muda pada materi iklan. Di dalam televisi misalnya, kata Aris, wujud rokok memang tidak muncul secara ekspilisit, namun tetap saja menyebut nama dari perusahaan rokok.

"Ini promosi produk. Perusahaannya kan sama dengan nama produknya. Makanya tidak heran Aldy yang kami tangani di Palembang itu senang sekali dengan bungkus rokok, ini salah satu contoh saja," terang Aris.

Selama ini, nilai Aris, pemerintah tidak jelas dalam menerapkan regulasi terhadap tembakau. Apalagi industri rokok acap kali berlaku diskriminatif dengan pangsa pasar tembakau yang memamg menggiurkan.

Aris mengajak kepada masayrakat yang punya kepedulian terhadap bahaya rokok untuk mendukung Pasal 113 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan agar penetrasi pegiat tembakau dan industri rokok bisa lebih dibendung.

"Kami berharap semoga MK tidak terpengaruh dengan argumen semacam itu itu," imbuh dia. Aris menilai tidak ada yang dirugikan dalam pasal 113 tersebut demi kesehatan dan menghindarkan masyarakat dari bahaya adiktif.

Uji materi yang dimohonkan ini adalah Pasal 113 UU Kesehatan berbunyi, ayat (1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.

Ayat (2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.

Ayat (3) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menghadirkan Rinaldo Prima, ahli hukum tata negara sebagai saksi ahli dalam pengujian UU Kesehatan di ruang sidang gedung MK Jakarta, belum lama ini.

Dalam kesaksiannya Rinaldi menyatakan substansi Pasal 113 ayat (2) UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah diskiriminatif. Sebab, hanya menyebut tembakau yang dinyatakan bersifat adiktif.

Selain Rindaldi, bersaksi juga Subronto yang mewakili PT Djarum yang mengatakan bahwa keberadaan pasal itu mengancam keberlangsungan usahanya. Pemberlakuan UU Kesehatan dapat mematikan petani tembakau dan industri rokok kecil di Indonesia.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger