Powered By Blogger

4 Agu 2010

Kajian Shahih Al Bukhari di Yaman untuk Sambut Ramadhan


Kajian hadist menjelang Ramadhan marak di Yaman, dari ulama hingga kaum awam mengikutinya. Tak heran banyak muhadditsun dan fuqaha yang lahir di negeri tersebut

Hidayatullah.com--Yaman, walau terletak di wilayah yang “kurang strategis”, seperti Hijaz, yang selalu dikunjungi umat Islam dari seluruh negeri untuk haji dan ziarah serta tanahnya yang tandus, sehingga jarang disinggahi pedagang, tetapi Yaman memiliki “nuansa” tersendiri bagi para penuntut ilmu. Al Hafidz Ibnu Hajar Al Atsqalani adalah salah satu dari mereka yang tertarik, hingga beliau mengunjungi negeri ini untuk menimba ilmu.

Itu disebabkan karena di Yaman banyak terdapat ulama, dan memiliki tradisi keilmuan yang cukup kental, sehingga memberi kontribusi besar lahirnya para ulama fiqih dan hadits. Imam Al Umrani (558 H), penulis Al Bayan, Al Quraidhi Al Lahji (576 H), penulis Al Mustashfa, As Shan’ani (1182 H), penulis Subul Al Salam, Imam As Syaukani (1250 H), penulis Nail Al Authar, atau Abdurrahman Al Ahdal Al Yamani (1258 H), penulis Hasyiyah Syarh Al Madhal, semuanya termasuk deretan ulama negeri itu, yang tidak diragukan kapasitasnya, baik dalam fiqih maupun hadits. Maka benarlah sabda Rasulullah Saw.: ”Iman dari orang Yaman, Fiqih dari orang Yaman, HikmahYaman.” (Riwayat Al Bukhari)

Hal ini tidaklah mengherankan, karena, baik ulama maupun awam, memiliki perhatian terhadap ilmu, terutama Sunnah, apalagi terhadap Shahih Al Bukhari. Mereka semangat mengkaji, berlomba-lomba menghafal dan memperoleh sanad. Sehingga aktivitas menyimak Shahih Al Bukhari “menghidupkan” masjid-masjid, madrasah-madrasah, dan rumah-rumah penduduk.

Shahih Al Bukhari diprioritaskan, karena diakui oleh para ulama bahwa kitab ini memiliki derajat lebih tinggi dibanding kitab hadits lain.

Pada tahap selanjutnya, menyebarlah “tradisi positif” di berbagai wilayah Yaman, yakni dengan menjamurnya halaqah Shahih Al Bukhari di bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan.

Al Muhaddits Abdurrahman Sulaiman Al Ahdal menjelaskan beberapa alasan kenapa dipilih Rajab sebagai waktu permulaan halaqah. Karena bulan itu sudah mendekati Ramadhan, yang mana di dalamnya syariat puasa, zakat, qiyam lail digalakkan, sehingga umat Islam lebih memahami amalan-amalan itu. Apalagi setelah itu diikuti amalan haji yang menyangkut manasik dan safar, sebagaimana dinukil Syeikh Muhammad Abdurrhaman Al Ahdal dalam muqadimah Al Mustasyfa fi Sunan Al Musthafa (hal. 15).

Di samping itu, dengan adanya halaqah ini, maka mereka sudah terkondisi dengan aktivitas positif, yakni thalabul ilmi, sehingga setelah memasuki bulan Ramadhan, waktu tetap terisi dengan amalan mulia.

Membaca Shahih Al Bukhari yang dilakukan untuk menyambut Ramadhan ini mulai muncul di awal masa pemerintah Bani Rasul pada tahun 625 H. Penguasa itu memiliki perhatian besar terhadap keilmuan, khususnya hadits dan memuliakan para ulamanya.

Al Hazraji pernah merekam aktivitas ini pada tahun 881 H, di mana di awal bulan Rajab, para fuqaha berkumpul di daerah Zabid, Yaman. Lalu mereka bersama-sama menuju Ibnu Yaqub As Syairazi agar ia bersedia membacakan Shahih Al Bukhari. Di kota yang mendapat julukan madinah ilmi itu para ulama yang hadir untuk menyimak Shahih Al Bukhari mencapai 800 orang. (Al ‘Uqud Al Lu’lu’iyah, 2/249,250).

Selain di Zabid, di kota Al Marawa’ah juga terdapat halaqah Shahih Al Bukhari yang telah dirintis oleh Al Ahdal Ali bin Umar (607 H), dan hingga kini “tradisi” itu juga masih hidup, khususnya halaqah yang dimulai bulan Rajab.

Kota Bait Faqih pun tidak ketinggalan, halaqah Shahih Al Bukhari di wilayah itu dirintis oleh keluarga Alu Jam’an, yang dikenal sebagai keluarga yang amat mencintai ilmu, periwayatan hadits, dan fatwa.

Sedangkan di kota Adn, halaqah kitab yang dinilai paling shahih setelah Al Qur’an itu lebih mudah ditemui, karena terdapat di lebih dari satu tempat. Yakni di masjid Syeikh Abdullah Al Amudi (697 H), masjid Husain Sidiq Al Ahdal (903 H), masjid Al Atsqalani yang dinisbatkan kepada Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani yang pernah tinggal di kota ini selama 6 bulan. Di masjid itu Syeikh Al Muhadits Al Bijani (1391 H) juga mengajarkan Shahih Al Bukhari, sehingga saat ini masjid itu dikenal dengan masjid Al Bijani. Di kota Abyat Husain juga masih terdapat halaqah ini.

Halaqah Shahih Al Bukhari seperti jamur di musim hujan, beberapa kota seperti Zaidiyah, Dhuha, Al Hadidah, dan Ta’z juga masih hidup. Halaqah itu juga biasa dijumpai di komunitas Hadrami.

Oleh karena itu, banyak Muslim Yaman yang memiliki sanad yang menyambung hingga Imam Al Bukhari, dan sanad itu masih terus tersambung sampai zaman ini, yang merupakan lanjutan dari rantai periwayatan para ulama dan hufadz ternama di setiap zaman.

Sesuai dengan perkataan para salaf, ”Bulan Rajab untuk menanam, Sya’ban untuk menyiram dan Ramadhan untuk menyemai.” Rupanya, umat Islam Yaman tidak hanya menyemai pahala amalan pada bulan itu, karena banyak pula ilmu yang berhasil mereka “reguk” selama tiga bulan. Sehingga ilmu dan amal selalu beriringan.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger