Powered By Blogger

15 Agu 2010

Kolera dan Kemarahan Landa Korban Banjir Pakistan

Wabah penyakit kolera dan rasa amarah sedang melanda korban banjir di Pakistan. Siapa cepat menolong?

Hidayatullah.com—Belum surut menghadapi musibah banjir, warga Pakistan kini terancam wajah korela. Kasus kolera pertama dikonfirmasi di kota utama di lembah Swat, Mingora.

Kota terbesar di lembah Swat. Penyakit yang ditularkan melalui air itu bisa dengan mudah menyebar. Menurut Perserikatan Bangsa-bangsa sekitar 36 ribu orang terancam mati akibat murus cair.
"Kebanyakan adalah kasusnya diare". Ujar Dr. Shahid Iqbal kepada CNN. Di kawasan yang masih tergenang air, arus sungai Swat bertambah deras dengan banjir susulan yang kembali menerjang wilayah selatan Pakistan. Di Utara, hujan pun tak tampak akan mereda. Menurut informasi resmi pemerintah Pakistan, sekitar 1,500 orang yang tewas akibat banjir ini. Perdana Menteri Pakistan Yusuf Raza Gilani mengatakan hari Sabtu, bahwa 20 juta orang terimbas oleh banjir yang telah menghancurkan rumah, panen dan persediaan pangan.
Dalam klinik-klinik darurat, dokter-dokter bekerja sepanjang waktu menangani antrian korban yang sakit. Di kawasan banjir itu, sekitar 100 klinik hancur dilanda air bah. Peralatan, bahkan obat-obatan sangat kurang. Air bersih tidak ada.
"Di sini bukannya ada keterbatasan air bersih, di sini sama sekali tidak ada air bersih. Dan bila kita tidak berhasil, dan fokus kami adalah mengupayakan dengan cepat, maka jumlah orang yang mati akan melejit drastis. Akibat banjir ini ada anak yang meninggal di menit kita berbicara sekarang,“ ujar Pascal Cuttat dari Palang Merah Internasional.
Amarah Warga
Sementara ancaman kolera di depan mata, massa sudah dihinggapi rasa marah akibat kelaparan yang melanda korban. Mereka berusaha menghentikan milil organisasi bantuan Kristen Shelter Now, di Kota Nowshera, Pakistan. Massa memperebutkan kantung-kantung plastik berisi Kabli Pulao, yaitu nasi yang dicampur dengan kismis dan kacang-kacangan. Dalam beberapa detik, sekelompok orang itu saling tumpang tindih. Kelaparan dan kemarahan bercampur jadi satu.
Anak-anak mencoba meraih makanan bantuan itu. Para relawan berusaha melakukan yang terbaik dalam menenangkan mereka. Dengan tidak sabar para korban banjir itu melahap makanan yang diperoleh.
Seorang korban banjir mengutarakan kemarahannya terhadap pemerintah Pakistan: “Pemerintah kami sangat tidak membantu. Tidak ada pemimpin pemerintah yang datang ke sini. Karena mereka semua adalah perampok dan anjing. Jika presiden kami Asif Ali Zardari datang ke negeri kalian, jangan beri dia bantuan apalagi uang. Dia perampok,“ ujarnya dikutip sebuah media Jerman dengan nada marah.
Tudingan berat yang dilontarkan sebagaimana yang dikeluhkan di Nowshera, Pakistan barat laut, dan terdengar kemana-mana adalah; Pemerintah Pakistan terlalu sedikit membantu dan yang dibantupun hanya yang mendukung pemerintah. Uang untuk bantuan darurat dikorupsi dan dalam jangka waktu panjang tidak mampu membangun kembali kerusakan akibat bencana.
Seorang warga berujar, ”Dalam lima puluh tahun ke depan, situasi tidak akan kembali seperti sebelumnya. Apakah kami harus mati? Haruskah kami bunuh diri? Haruskah kami saling bertempur? Tak ada yang peduli, hanya Tuhan.“
Akibat musibah ini, Presiden Pakistan Asif Ali Zardari membatalkan perayaan hari kemerdekaan Pakistan akibat bencana ini, dan Sekretaris Jendral PBB Ban Ki Moon ditunggu kedatangannya di lokasi hari Sabtu sore. Sementara itu di televisi Pakistan, Perdana Menteri Yusuf Raza Gilani menggambarkan bahaya ancaman menyebarnya wabah dan upaya-upaya untuk menanganinya. [dwwd/cha/hidayatullah.com]


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger